SENGETI, – Dugaan penyalahgunaan Dana Desa kembali mencuat di Kabupaten Muaro Jambi. Sebanyak 15 Kepala Desa dan Sekretaris Desa dari Kecamatan Kumpeh Ulu dilaporkan mengikuti kegiatan “studi banding” ke Banjarnegara, Jawa Tengah. Yang menjadi sorotan tajam, kegiatan yang berlangsung selama empat hari itu diduga dibiayai dari Dana Desa, dengan anggaran sebesar Rp8 juta per orang.
Namun publik dibuat terkejut ketika terungkap bahwa bukan hanya para pejabat desa yang ikut dalam kegiatan tersebut, tetapi juga istri-istri dan anak-anak mereka. Fakta ini menimbulkan kecurigaan serius: apakah uang rakyat ikut membiayai plesiran keluarga elit desa?
Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas PMD Muaro Jambi, Umar, membenarkan bahwa kegiatan studi banding tersebut diikuti oleh 15 Kepala Desa dan 15 Sekretaris Desa. Ia menyebut, biaya kegiatan berasal dari “iuran bersama” yang difasilitasi oleh BKAD (Badan Kerja Sama Antar Desa).
Namun, informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyatakan bahwa rombongan juga terdiri dari keluarga para Kades. Para istri bahkan sempat mengunggah dokumentasi kegiatan ke media sosial, yang memperlihatkan suasana rekreasi di beberapa lokasi wisata di Banjarnegara.
Jika dana kegiatan berasal dari Dana Desa, maka ini bertentangan langsung dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.07/2022 yang mengatur penggunaan Dana Desa untuk prioritas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Terlebih, Presiden RI Prabowo Subianto dalam berbagai kesempatan menegaskan pentingnya efisiensi anggaran serta larangan tegas terhadap plesiran berkedok kegiatan resmi.
Ketua LSM LIMA (Lumbung Informasi Masyarakat), Akmal Burhan, menyebut kegiatan tersebut sebagai bentuk korupsi terselubung yang kerap dibungkus dengan istilah “studi banding”.
“Ini modus klasik. Dana Desa dikaburkan penggunaannya, padahal faktanya adalah liburan pejabat desa dan keluarganya. Ini jelas penyalahgunaan kewenangan dan potensi tindak pidana,” tegas Akmal.
Ia juga mempertanyakan sumber pendanaan keluarga para pejabat yang ikut serta: