Terhitung sejak terjadinya Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terhadap sebagian besar atau hampir keseluruhan Anggota DPRD Provinsi Jambi pada beberapa waktu yang lalu, yang dilanjutkan dengan adanya perbuatan yang terindikasi penggunaan Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) Fiktive.
Tidak hanya berhenti sampai disitu perbuatan yang menodai kehormatan dan kredibilitas pemegang hak perwakilan rakyat berlanjut dengan adanya suatu perbuatan yang layak untuk dipandang sebagai tindakan kekerasan psikis.
Tindakan terhadap demonstran yang dilakukan oleh Ketua DPRD Provinsi Jambi beberapa hari yang lalu, membuat lembaga negara tersebut tidak akan pernah lepas dari hantaman badai Etika dan Moralitas yang menimbulan penilaian miring atau preseden jelek atau penilaian jelek (Negative Thinking), terhadap anggota perwakilan rakyat.
Sepertinya badai tersebut merupakan suatu isyarat dari Tuhan Yang Maha Esa yang berguna untuk memberikan petunjuk kepada masyarakat awam ataupun bagi kalangan umum yang bisa berpikir bahwa terdapat sesuatu yang salah ataupun keliru dalam pendelegasian kekuasaan melalui pesta demokrasi atau pada proses pemilihan umum.
Secara normative berlaku kaidah bahwa kwalitas pemimpin cerminan kwalitas rakyatnya, yang dapat diartikan bahwa prilaku masyarakat telah salah memilih dan dilakukan dengan cara yang salah, atau adanya sesuatu isyarat dari alam yang memberi petunjuk bahwa benar-benar telah terjadi politik transaksional atau jual beli suara dimana penentuan pilihan lebih disebabkan dengan motivasi materialistis, memilih siapa yang bayar bukan siapa yang benar.
Kekeliruan pandangan politik yang menghasilkan suatu keadaan dengan melahirkan pasangan duet Manusia Gagal dengan Manusia Karbitan yang menguasai dan/atau memiliki kesempatan menghancurkan integritas dan akuntabilitas serta kredibilitas lembaga tempat berkumpulnya suara rakyat yang pada kenyataannya berisikan segelintir bajingan birokrasi atau sekelompok manusia yang tidak memiliki etika atau dengan kwalitas moralitas rendahan.