Jakarta, – Kasus penahanan seorang ibu muda bernama Rini bersama bayinya yang masih berusia 9 bulan oleh Polres Jakarta Pusat menuai gelombang kecaman luas. Peristiwa yang bermula dari sengketa perdata ini berubah menjadi sorotan nasional setelah publik mengetahui bahwa Ibu Rini dipenjara dalam kondisi membawa serta bayinya ke ruang tahanan yang tidak layak.
Dari Saksi Jadi Tersangka, Langsung Ditahan
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Ibu Rini awalnya datang ke Polres Jakarta Pusat pada Jumat (1/8/2025) sebagai saksi terkait sengketa perdata. Namun dalam hitungan jam, statusnya berubah menjadi tersangka dan langsung dijebloskan ke ruang tahanan—tanpa persiapan dan tanpa tempat yang layak untuk sang bayi.
Keduanya dilaporkan tidur beralaskan tikar tipis di lantai ruang tahanan yang dingin dan lembap, tanpa akses fasilitas kesehatan maupun privasi. Pemandangan memilukan ini memicu amarah netizen dan aktivis hak asasi.
PPWI: Hukum Telah Hilang Rasa Kemanusiaan
Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) menjadi salah satu pihak pertama yang melontarkan kritik keras. Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, menyebut tindakan aparat sebagai “pencoreng wajah hukum yang kehilangan hati nurani.”
“Inilah potret nyata bagaimana hukum dijalankan tanpa empati. Bayi yang seharusnya dilindungi justru ikut dipenjarakan,” tegas Wilson.
Penasihat hukum PPWI, Ujang Kosasih, juga menambahkan bahwa dalam proses perdata, penahanan semestinya menjadi opsi terakhir, bukan reaksi spontan apalagi terhadap perempuan dengan anak kecil.
GMOCT: Apakah Polisi Tak Punya Anak?
Sorotan juga datang dari Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT). Ketua Umum GMOCT, Agung Sulistio, menilai tindakan Polres Jakarta Pusat mencederai rasa keadilan publik dan mempermalukan institusi kepolisian.
Sekjen GMOCT, Asep NS, bahkan menyentil nurani para aparat. “Apakah pihak kepolisian tak memiliki anak? Tak punya perasaan? Di mana rasa kemanusiaan ketika seorang bayi harus ikut menderita di balik jeruji?”