Jakarta, 30 Juni 2025 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menciduk Nurhadi Abdurrachman, mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), hanya berselang beberapa hari usai dirinya menghirup udara bebas dari Lapas Sukamiskin.
Penangkapan terbaru ini bukan tanpa alasan: Nurhadi kini diduga terlibat dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berkaitan erat dengan perkara suap dan gratifikasi sebelumnya.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, membenarkan bahwa lembaganya melakukan penahanan terhadap Nurhadi di Bandung pada Minggu dini hari (29/6). Penahanan ini dilakukan setelah penyidik menemukan bukti awal kuat bahwa aliran uang haram hasil korupsi di MA diduga telah disamarkan dalam berbagai bentuk aset.
“Yang bersangkutan kami tahan untuk kepentingan penyidikan dugaan TPPU yang merupakan hasil pengembangan dari perkara sebelumnya,” ujar Budi saat dikonfirmasi, Senin (30/6).
Lolos dari Satu Kasus, Terjerat Kasus Lain
Nama Nurhadi sebelumnya santer diberitakan terkait kasus suap dan gratifikasi senilai lebih dari Rp 46 miliar yang diterimanya saat menjabat sebagai Sekretaris MA periode 2011–2016. Ia sempat divonis enam tahun penjara dan menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, sebelum akhirnya bebas bersyarat beberapa hari lalu.
Namun kebebasan itu tidak bertahan lama. KPK rupanya sudah mengantongi pengembangan perkara baru sejak lama. Dugaan pencucian uang muncul dari proses pelacakan aset dan aliran dana hasil kejahatan yang dilakukan Nurhadi, termasuk pembelian properti, kendaraan mewah, hingga rekening atas nama pihak ketiga.
Jeratan TPPU: Babak Baru Kasus Nurhadi
Penangkapan kali ini menandai babak baru dalam kasus hukum Nurhadi. Sumber internal KPK menyebut, penyidik telah memeriksa beberapa saksi penting sejak awal 2024, termasuk pebisnis kontroversial Dito Mahendra, yang diduga menerima aliran dana dari Nurhadi.
KPK berkomitmen menuntaskan seluruh rangkaian kejahatan korupsi yang melibatkan Nurhadi, termasuk memastikan bahwa uang negara yang telah dirampok bisa dikembalikan melalui pemulihan aset.