Jambi, Indonesia – Sebuah laporan survei terbaru dari Harvard University menempatkan Indonesia sebagai negara paling berkembang, melampaui Israel dan Inggris. Temuan ini menyoroti potensi ekonomi dan demografi yang dimiliki oleh Tanah Air. Namun, di balik sorotan positif ini, para analis menekankan bahwa Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan signifikan yang perlu diatasi untuk mewujudkan potensi tersebut secara penuh.
Survei tersebut menggarisbawahi pertumbuhan kelas menengah yang pesat, bonus demografi usia produktif, dan kekayaan sumber daya alam sebagai faktor-faktor kunci yang mendorong proyeksi perkembangan Indonesia.
Akan tetapi, pemerataan pembangunan antar wilayah, peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, serta pemberantasan korupsi dan birokrasi yang efisien tetap menjadi pekerjaan rumah yang mendesak.
“Pengakuan atas potensi Indonesia adalah hal yang menggembirakan,” ujar Dr. Anya Kartika, seorang ekonom dari Universitas Jambi.
“Namun, kita tidak boleh terlena. Angka-angka survei tidak secara otomatis menjamin kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah dan seluruh elemen bangsa perlu bekerja keras untuk memastikan pertumbuhan ini inklusif dan berkelanjutan.”
Tantangan infrastruktur yang belum merata, terutama di luar Pulau Jawa, juga menjadi perhatian utama. Konektivitas yang terbatas menghambat mobilitas ekonomi dan sosial, serta berpotensi memperlebar jurang ketidaksetaraan.
Selain itu, adaptasi terhadap perubahan iklim dan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan menjadi krusial untuk menjaga momentum pertumbuhan jangka panjang.
Sementara negara-negara seperti Israel dan Inggris memiliki keunggulan dalam inovasi teknologi dan institusi yang mapan, Indonesia memiliki modal demografi dan sumber daya yang besar. Namun, transformasi struktural yang komprehensif dibutuhkan untuk mengoptimalkan potensi ini menjadi kemajuan nyata bagi seluruh lapisan masyarakat.
“Survei ini bisa menjadi momentum untuk melakukan refleksi dan akselerasi reformasi,” lanjut Dr. Kartika. “Kita perlu fokus pada peningkatan daya saing, investasi pada pendidikan dan kesehatan, serta menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk pertumbuhan yang berkualitas.”