Jakarta, -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengembangkan perkara dugaan pengurusan dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur yang melibatkan jaringan mantan pimpinan DPRD dan sejumlah pihak swasta serta kepala desa. Penyidikan terbaru menempatkan kasus ini pada skala besar: total 21 orang ditetapkan tersangka dalam pengusutan ini, dengan pola pemotongan dana yang mereduksi alokasi program untuk warga.
Modus: pemotongan sebelum bantuan sampai ke masyarakat
Pola yang terungkap menurut tim penyidik adalah penggunaan “aspirator” — figur-figur politik yang menentukan dan mengarahkan pencairan hibah — serta peran koordinator lapangan (korlap) yang menyalurkan dana ke Pokmas. KPK menyampaikan bahwa dari alokasi yang seharusnya untuk kegiatan masyarakat, terdapat mekanisme pembagian biaya (fee) sehingga realisasi program di lapangan jauh berkurang, memengaruhi kualitas dan volume bantuan yang diterima kelompok penerima manfaat.
Dalam konferensi pers, KPK mengungkap nama Kusnadi (eks Ketua DPRD Jatim) sebagai salah satu penerima komitmen fee. Tim penyidik menyatakan Kusnadi diduga menerima aliran uang senilai miliaran rupiah dari korlap—dan sebagai tindak lanjut penyidikan, KPK menyita sejumlah aset miliknya. Penahanan terhadap beberapa tersangka pemberi suap juga telah dilakukan.
“Dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 2 sampai dengan 21 Oktober 2025,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, ketika menjelaskan penahanan terhadap empat tersangka pemberi suap dalam perkara ini.
Tim penyidik KPK memaparkan estimasi aliran dan jatah yang beredar dalam jaringan itu: selain nominal yang dituduhkan mengalir ke sejumlah pihak, konsekuensinya—menurut pemeriksaan—adalah hanya sekitar 55% (atau bahkan lebih rendah) dari anggaran hibah yang benar-benar dipakai untuk program masyarakat setelah pemotongan dan margin pelaksana. Dampaknya terlihat pada proyek-proyek kecil yang kualitasnya menurun.