Indeks

Zarof Ricar Minta Maaf Usai Tertangkap Tim Kejagung : Menimbun Emas dan Uang Hampir Rp1 Triliun

JAKARTA, – Nama Zarof Ricar, mantan pejabat di Mahkamah Agung (MA), kembali mengguncang ruang publik. Ia muncul dengan permintaan maaf terbuka setelah terbongkar menimbun kekayaan mencengangkan: emas batangan dan uang tunai hampir menyentuh angka Rp1 triliun.

Dalam pernyataan terbuka yang viral di ruang sidang, Zarof menyampaikan penyesalan mendalam atas perkara yang menjeratnya.

“Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada MA RI, Kejaksaan Agung RI, dan seluruh masyarakat Indonesia atas perkara yang saya alami ini,” ujar Zarof dengan suara bergetar.

Zarof mengaku telah mengabdi lebih dari 33 tahun di institusi peradilan. Namun, masa pensiunnya justru diwarnai skandal mega korupsi yang membuat publik geram.

Kasus ini terkuak setelah Tim Penyidik Kejaksaan Agung bersama PPATK menemukan aliran dana dan logam mulia dalam jumlah fantastis yang diduga kuat hasil dari praktik “jual beli perkara” di lingkungan peradilan.

Sumber internal menyebut, penemuan tersebut bukan hanya berasal dari rekening pribadi, tetapi juga dari brankas tersembunyi yang selama ini tak tersentuh sistem pelaporan harta kekayaan.

“Maaf yang Tak Dirindukan”

Ungkapan maaf Zarof menjadi sorotan netizen. Banyak yang menyindirnya sebagai “maaf yang tak dirindukan”, menyusul dampak kerusakan kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Hingga saat ini, Kejaksaan Agung belum merinci total kekayaan ilegal yang disita. Namun, penyidik memastikan jumlahnya mendekati Rp1 triliun, mencakup emas batangan, valuta asing, dan aset properti lintas kota.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung menyatakan, pihaknya akan menuntut seberat mungkin jika terbukti Zarof menjadi bagian dari sindikat mafia peradilan.

Jejak Panjang dan Simpati yang Pupus

Selama tiga dekade lebih, Zarof dikenal sebagai birokrat senior yang tenang dan minim kontroversi. Ironisnya, justru di ujung pengabdiannya, ia tergelincir dalam jebakan kekuasaan dan kekayaan.

Kini, permintaan maaf yang terlambat itu hanya menambah luka. Bagi publik, keadilan bukan lagi soal kata-kata, melainkan tindakan nyata.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025

Exit mobile version