Indeks

Pro Kontra: Izin Tambang PT GAG Nikel di Raja Ampat, KLHK dan ESDM Berseberangan ! Pulau Adat Terancam

Raja Ampat, Papua Barat Daya – Izin tambang nikel yang dimiliki PT GAG Nikel, anak usaha PT Antam Tbk, kembali menjadi sorotan nasional setelah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkapkan adanya potensi pelanggaran lingkungan di kawasan hutan lindung Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat.

Meskipun mendapat lampu hijau dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), aktivitas tambang tersebut kini dinilai berisiko terhadap kelestarian pulau kecil dan keberlangsungan masyarakat adat setempat.

KLHK: Ada Dugaan Pelanggaran dan Ancaman Pencabutan Izin

Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, Hanif Faisol Nurofiq, menyebutkan bahwa PT GAG Nikel memang memiliki dasar hukum berupa Kontrak Karya sejak 2017. Namun, operasional di kawasan hutan lindung tetap harus tunduk pada ketentuan lingkungan hidup.

“Izin itu legal, tapi bukan berarti tidak bisa dicabut bila ditemukan pelanggaran serius terhadap lingkungan hidup atau prinsip kehati-hatian,” ujar Hanif, Sabtu (8/6/2025).

KLHK menemukan indikasi pembukaan lahan melebihi izin dan sedimentasi pesisir saat inspeksi pada 26–31 Mei lalu.

ESDM: Tidak Ada Temuan Signifikan, Reklamasi Berjalan Baik

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Tri Winarno, menyampaikan pandangan berbeda. Menurutnya, kegiatan tambang PT GAG masih dalam batas yang wajar dan reklamasi berjalan sesuai perencanaan.

“Kami tidak menemukan pelanggaran teknis berat. Reklamasi berjalan sesuai rencana. Tapi tim Inspektur Tambang tetap kami turunkan untuk evaluasi lanjutan,” kata Tri Winarno, Jumat (7/6/2025).

PT GAG telah mengantongi Amdal (2014 dan adendum 2022–2024) serta Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) sejak 2015.

Masyarakat Adat dan Aktivis Lingkungan Protes

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan aktivis lingkungan seperti Greenpeace serta Mongabay menyuarakan penolakan terhadap tambang di pulau kecil seperti Gag dan Manuran.

“Masyarakat tidak pernah dilibatkan secara penuh. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal martabat dan kelangsungan hidup masyarakat adat,” tegas Rukka Sombolinggi, Sekjen AMAN.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025

Exit mobile version