Indeks

Paulus Tannos Tolak Serahkan Diri, Ajukan Penangguhan Penahanan di Singapura — DPR Desak Pemerintah Bertindak Tegas

JAKARTA – Buronan kasus mega korupsi proyek KTP elektronik, Paulus Tannos, resmi menolak menyerahkan diri ke Indonesia. Tak hanya itu, ia juga mengajukan permohonan penangguhan penahanan kepada otoritas Singapura, tempat ia kini mendekam di Changi Prison. Penolakan ini memicu reaksi keras dari kalangan parlemen dan masyarakat sipil yang menilai Tannos tengah bermain taktik hukum untuk menghindari ekstradisi.

Tannos ditangkap otoritas Singapura pada Januari 2025 berdasarkan red notice Interpol atas permintaan Indonesia. Ia dijadwalkan menjalani sidang pendahuluan ekstradisi pada 23–25 Juni 2025.

“Ini bukan lagi soal menyerahkan diri atau tidak. Negara tidak boleh tunduk pada permainan buronan,” tegas Mafirion, anggota Komisi III DPR RI, Senin (2/6).

Mafirion menilai bahwa pengajuan penangguhan penahanan merupakan bentuk penghindaran hukum yang terang-terangan, dan menjadi ancaman bagi wibawa hukum nasional. Ia mendesak pemerintah agar memaksimalkan perjanjian ekstradisi yang telah disepakati antara Indonesia dan Singapura, serta terus mengawal proses hukum melalui jalur diplomasi dan Interpol.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Komisi III DPR, Willy Aditya, yang menekankan bahwa keinginan pribadi buronan tidak relevan dalam proses hukum internasional.

“Enggak ada urusannya dia mau atau enggak. Negara kita sudah punya jalur resmi ekstradisi. Pemerintah harus bersikap tegas!” kata Willy.

Diburu Sejak 2019, Tannos Dianggap Tokoh Kunci Skandal e-KTP

Paulus Tannos ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 2019, diduga kuat memainkan peran penting dalam pengaturan tender proyek e-KTP melalui perusahaannya, PT Sandipala Arthaputra. Ia disebut terlibat dalam kongkalikong dengan sejumlah pejabat Kemendagri dan anggota DPR kala itu, yang mengakibatkan kerugian negara lebih dari Rp2,3 triliun.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Tannos memilih melarikan diri ke luar negeri. Keberadaannya sempat simpang siur sebelum akhirnya diketahui menetap di Singapura. Sejak itu, proses hukum mengalami jalan terjal, hingga akhirnya red notice Interpol membuahkan hasil awal tahun ini.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025

Exit mobile version