JAKARTA, – Di tengah gencarnya pencabutan izin tambang di Raja Ampat oleh pemerintah, satu nama justru lolos dari palu regulator: PT Gag Nikel. Perusahaan tambang nikel raksasa milik PT Antam ini tetap beroperasi meski dikepung protes lingkungan dan kritik dari masyarakat adat. Pertanyaannya, ada apa di balik kekebalan PT Gag Nikel? Rabu, 11 Juni 2025.
Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, jadi sorotan. Salah satu anak buahnya—Arya Arditya Kurnia—menjabat sebagai Plt. Presiden Direktur PT Gag Nikel. Di sisi lain, Ketua PBNU Gus Fahrur duduk manis sebagai komisaris perusahaan tambang tersebut. Koneksi politik ini memicu kecurigaan publik: benarkah Gag Nikel tak tersentuh karena “orang dalam”?
Sejak awal Juni 2025, pemerintah mencabut empat Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan konservasi Raja Ampat. Namun PT Gag Nikel, yang memiliki konsesi hingga 13.000 hektare di Pulau Gag, tetap eksis. Padahal laporan dari masyarakat menyebutkan dugaan kerusakan terumbu karang dan pencemaran laut.
“Kalau yang lain dicabut, kenapa PT Gag Nikel tidak? Ada ‘diskresi’ atau ‘pesanan’?” ujar aktivis lingkungan di Papua Barat yang enggan disebutkan namanya.
PT Gag Nikel membela diri. Mereka mengklaim sudah menanam 350.000 pohon, mereklamasi 131 hektare, dan bahkan memulihkan terumbu karang seluas 1.000 meter persegi. Lokasi tambang disebut berada di luar zona Geopark Raja Ampat, dan seluruh kegiatan dilakukan sesuai Amdal.
Namun menurut sejumlah sumber internal, penghentian operasi yang dilakukan pemerintah hanya bersifat “sementara dan kosmetik”.
“Kalau mau serius, evaluasi bukan cuma dokumen, tapi juga pengaruh politik di baliknya,” ujar seorang mantan pejabat di Kementerian ESDM.
Siapa Saja Orang Penting di Baliknya?
Hermansyah – Presiden Komisaris, pejabat ESDM aktif.
Lana Saria – Komisaris, Staf Ahli Menteri ESDM.
Gus Fahrur (Ahmad Fahrur Rozi) – Ketua Tanfidziyah PBNU.
Saptono Adji – Purnawirawan jenderal TNI, eks pejabat Kemenhan.
Arya Arditya Kurnia – Anak buah Menteri Bahlil, jadi Plt Dirut.