SENGETI, — Menjelang perhelatan akbar Musabaqoh Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-54 Tingkat Provinsi Jambi yang dijadwalkan berlangsung pada 15–23 November 2025, wajah Kabupaten Muaro Jambi justru tercoreng oleh temuan sejumlah warung remang-remang yang diduga menjadi lokasi praktik prostitusi—terletak tak jauh dari Kompleks Perkantoran Bukit Cinto Kenang, Sengeti, tempat banyak kegiatan resmi dan bagian kegiatan MTQ.
Keresahan publik ini memicu reaksi keras dari Lembaga Adat Provinsi Jambi. Melalui Penegak Hukum Adat, Datuk Zamroni Aryo Karyo Siera Sakti, Lembaga Adat menegaskan praktik prostitusi di kawasan yang menjadi tuan rumah MTQ adalah pelanggaran berat terhadap hukum adat dan nilai-nilai agama setempat.
“Persoalan warung prostitusi ini semestinya Lembaga Adat Desa/Kelurahan, Kecamatan memberikan teguran keras. Jelas ini melanggar Hukum Adat Undang Nan Duopuluh. Merusak marwah negeri. Syara’ mengato adat memake, haram kato syara’ dihukum kato adat, larang kato syara’ pantang kato adat!”
Sikap diam aparat memicu kemarahan sejumlah aktivis lokal. Seorang aktivis Muaro Jambi menyatakan akan melakukan aksi protes terbuka jika tidak ada tindakan nyata dari pemerintah daerah dan Satpol-PP.
“Jika Satpol PP dan Pemkab tidak bertindak tegas, kami akan melakukan protes saat pembukaan MTQ. Kami akan bentang spanduk provokatif di podium utama sebagai bentuk protes terhadap lemahnya penegakan hukum,” ujar aktivis tersebut kepada awak media.
Dikonfirmasi awak media, Evirawati S., S.Sos — Kabid Penegakan Peraturan Perundang-undangan Daerah (PPUD) Satpol-PP Kabupaten Muaro Jambi — mengaku telah menerima laporan deteksi dini dan menindaklanjuti dengan pengecekan lapangan.
“Kami telah menindaklanjuti laporan deteksi dini dari Bidang Linmas terkait adanya warung remang-remang di KM 27, 28, dan 29 Desa Bukit Baling. Dari pengecekan diketahui benar adanya warung yang diduga menjadi praktik prostitusi dan meresahkan masyarakat. Kami juga berkoordinasi dengan Kepala Desa Bukit Baling untuk mengetahui kepemilikan lahan; ada yang milik warga, dan ada pula lahan yang diduga aset negara (Pertamina) yang digunakan tanpa izin,”