Jakarta, — Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) berhasil menguasai kembali 674.178,44 hektare kawasan lahan/kawasan hutan dari 245 perusahaan/korporasi nakal yang tersebar di 15 provinsi di Indonesia. Aksi ini diklaim menyelamatkan aset negara dengan nilai indikatif sekitar Rp 150 triliun.
Penyerahan lahan penguasaan kembali tahap IV tersebut dilakukan di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/9/2025), dan dipimpin oleh Ketua Pelaksana Satgas PKH yang juga Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Febrie Adriansyah.
Sejak dibentuk delapan bulan lalu, total lahan yang telah dikembalikan ke negara oleh Satgas PKH telah mencapai 3.325.133,20 hektare, jauh melebihi target awal pemerintah sebanyak 1 juta hektare.
Dari total tersebut, lahan seluas 1.507.591,9 hektare telah diserahkan kepada PT Agrinas Palma Nusantara (Persero) untuk dikelola, dan sebanyak 81.793 hektare dialihkan ke Kementerian Lingkungan Hidup untuk memperkuat kawasan Taman Nasional Tesso Nilo.
Kementerian Keuangan menyebut bahwa nilai indikatif aset yang berhasil diselamatkan mencapai sekitar Rp 150 triliun, dihitung berdasarkan estimasi per-hektare. Selain aset fisik, penertiban ini juga mendatangkan manfaat ekonomi seperti penerimaan negara lewat pajak, escrow account, kontrak kerja sama, serta laba bersih yang telah diperoleh.
Adapun mengenai tambang ilegal, Satgas PKH juga mengidentifikasi kawasan hutan terbuka tanpa izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) seluas 4.265.376,32 hektare yang berkaitan dengan 51 perusahaan; dari jumlah itu, 14 perusahaan terindikasi siap dilakukan penguasaan kembali. Contoh perusahaan yang sudah ditindak yaitu PT Weda Bay Nickel dan PT Tonia Mitra Sejahtera.
Menurut Febrie Adriansyah, upaya penguasaan kembali kawasan hutan ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga soal keadilan sosial, perlindungan lingkungan, serta memastikan bahwa kekayaan alam dikelola untuk kemakmuran rakyat.
Ke depan, Satgas PKH akan terus memperluas pengawasan, memperkuat kolaborasi antarinstansi, dan menindak perusahaan ilegal, terutama di sektor tambang, agar pengelolaan sumber daya alam di Indonesia lebih transparan dan berkelanjutan.