Indeks

Ketika Pemprov Jambi Melawan Undang-Undang: Kontroversi Stockpile PT SAS di Tengah Pemukiman

JAMBI, -Pernyataan Gubernur Jambi Al Haris yang meminta masyarakat memberi waktu “satu pekan hingga sepuluh hari” kepada PT Sinar Anugerah Sukses (PT SAS) untuk menjalankan stockpile dan jalan angkut batu bara di Aur Kenali dan Mendalo memicu amarah publik. Banyak pihak menyebut langkah itu sebagai bentuk “uji coba” terhadap keselamatan warga — sebuah keputusan yang menyulut tudingan abai terhadap prinsip pencegahan lingkungan dan hak atas tempat tinggal yang aman.

Lokasi Bermasalah, Izin Dipertanyakan

Lokasi yang disasar PT SAS berada di perbatasan pemukiman dan lahan rawa yang selama ini berfungsi sebagai penyangga hidrologi. Perda RTRW Kota Jambi 2024–2044 mengklasifikasikan kawasan tersebut untuk pemukiman dan pertanian — bukan zona industri atau terminal batu bara. Keberadaan stockpile dan jalan hauling yang direncanakan oleh perusahaan menimbulkan tanda tanya besar soal kesesuaian perizinan dan tanggung jawab aparat daerah.

Gubernur Al Haris: “Jika terbukti menimbulkan dampak terhadap lingkungan, barulah perusahaan akan ditutup. Beri waktu satu pekan sampai sepuluh hari untuk melihat apakah ada dampak nyata.”

Oscar Anugrah — Direktur WALHI Jambi: “Pernyataan itu cacat logika. Rakyat jangan dijadikan kelinci percobaan. Prinsip pencegahan harus ditegakkan, bukan ditunda sampai ada korban.”

Rahmat Supriadi — Ketua Barisan Perjuangan Rakyat (BPR): “Kami menutup akses jalan dan akan bertahan sampai pemerintah menghentikan aktivitas PT SAS. Ini soal hidup-mati lingkungan dan masa depan anak-anak kami.”

Analisis Hukum yang Menggigit

Pernyataan gubernur menempatkan beban pembuktian pada warga: bukti berupa penyakit, kerusakan rumah, atau banjir yang nyata. Secara hukum, pendekatan ini bertentangan dengan “precautionary principle” yang diatur dalam UU Lingkungan (UU No.32/2009) — prinsip yang mewajibkan pencegahan ketika ada ancaman kerusakan lingkungan meskipun bukti ilmiah belum lengkap.

  1. Pelanggaran RTRW: Jika aktivitas berlangsung di luar peruntukan ruang, warga berhak meminta penghentian administratif melalui mekanisme PTUN atau keberatan ke perangkat daerah tata ruang.
  2. AMDAL yang Tidak Relevan: AMDAL lama atau yang tidak melalui partisipasi publik dapat dibatalkan. Penggunaan dokumen lingkungan tahun 2015 untuk proyek baru dapat menjadi titik lemah legal bagi pihak perusahaan.
  3. Tuntutan Perdata & Kesehatan: Dampak debu dan polusi dapat menjadi dasar gugatan perdata, termasuk klaim ganti rugi kesehatan dan kerusakan properti.
  4. Akuntabilitas Pemerintah: Jika pembiaran terbukti karena tekanan investasi, aparat daerah berisiko mendapat rekomendasi sanksi administratif hingga audit dari pusat.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025

Exit mobile version