Gambar Ilustrasi: Sistem pungutan sejak masa Mesir kuno hingga reformasi pajak kolonial. (ilustrasi/ist)
Pajak bukanlah produk modern: jejaknya tercatat sejak peradaban kuno. Tapi mengapa wacana kenaikan pajak selalu memicu protes? Kita telusuri perjalanan historis dan implikasinya bagi rakyat hari ini.
TerkiniJambi.Com, – Sistem pungutan terhadap rakyat telah ada sejak ribuan tahun lalu—dari Mesir kuno hingga kebijakan kolonial yang memperkenalkan praktik pungutan terstruktur. Meski fungsi pajak untuk pembangunan sahih, kebijakan baru seperti kenaikan tarif sering memicu keresahan publik karena dampaknya terasa langsung pada daya beli rakyat.
1. Firaun: Pencetus bentuk awal pajak
Pada era Mesir kuno, pemerintahan firaun menerapkan pemungutan hasil panen, tekstil, bahkan tenaga kerja sebagai kontribusi kepada negara. Bentuk pungutan ini berfungsi membiayai proyek publik seperti pembangunan kanal, persediaan pangan, dan upaya pertahanan. Jadi, gagasan bahwa negara memungut sebagian produksi rakyat bukanlah hal baru — melainkan praktik yang telah berlangsung sejak peradaban awal.
“Sistem pungutan dilakukan berdasarkan kapasitas produksi—ladang subur dikenai lebih besar, sedangkan yang kurang subur dibebani lebih ringan.”
2. Raffles dan pajak modern di Nusantara
Ribuan tahun setelah Mesir, reformasi fiskal modern muncul dalam konteks kolonial. Ketika pemerintahan Inggris singkat memegang kendali atas sebagian Hindia Belanda pada awal abad ke-19, gagasan untuk mendirikan sumber pendapatan pemerintahan yang sistematis — termasuk pemungutan pajak — mulai dikodifikasi. Pendekatan ini berbeda dari model monopolisme yang sering dipakai rezim kolonial sebelumnya.
3. Mengapa rakyat “menjerit” ketika pajak naik?
- Dampak langsung ke harga: Kenaikan pajak konsumsi atau PPN membuat harga barang dan jasa melonjak, terasa oleh konsumen sehari-hari.
- Kurangnya kepercayaan: Ketika transparansi belanja publik lemah, publik sulit menerima alasan kenaikan pajak.
- Ketidakmerataan beban: Tanpa mekanisme kompensasi atau bantuan sosial, kelompok berpendapatan rendah paling merasakan beban tambahan.