NEW YORK — Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) gagal mencapai konsensus untuk mengakhiri operasi militer di Jalur Gaza setelah Amerika Serikat menggunakan hak vetonya pada Rabu malam waktu setempat (18/9/2025). Resolusi yang diusulkan mendapat dukungan mayoritas — 14 dari 15 anggota — tetapi kandas karena satu veto.
Ringkasan isi draf resolusi
- Seruan untuk gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen di Gaza.
- Tuntutan agar seluruh tahanan/sandera dibebaskan segera dan secara bermartabat.
- Mendesak agar pembatasan bantuan kemanusiaan dicabut dan akses bantuan diperluas tanpa hambatan.
- Permintaan agar Sekretaris-Jenderal PBB melaporkan pelaksanaan dalam jangka waktu tertentu.
Alasan veto AS
Perwakilan Amerika Serikat mengatakan teks yang diajukan dianggap tidak cukup mengutuk tindakan Hamas dan tidak secara eksplisit mengakui hak Israel untuk membela diri. Menurut delegasi AS, beberapa klausul berisiko “menyamakan” Israel dengan pelaku teror sehingga teks tersebut tidak seimbang untuk disetujui.
Reaksi internasional
Aljazair, salah satu negara pengusul, mengecam veto tersebut. Duta Besar Aljazair untuk PBB menyatakan permintaan maaf kepada rakyat Palestina dan menyebut kegagalan ini sebagai kegagalan kolektif sistem internasional untuk melindungi warga sipil.
“Kami mohon maaf karena Dewan kembali gagal menghentikan genosida ini. Veto Amerika hari ini adalah tamparan terhadap kemanusiaan,” — Duta Besar Aljazair untuk PBB.
Juru bicara kepresidenan Palestina menilai veto AS sebagai bukti dukungan penuh Washington kepada Israel dalam forum internasional. Hamas mengecam keputusan itu dan menuduh AS memberi lampu hijau kepada serangan terhadap warga sipil.
“Veto ini adalah kemitraan penuh dalam genosida terhadap rakyat kami. AS bertanggung jawab atas setiap tetes darah yang tertumpah di Gaza,” — Pernyataan resmi Hamas.
Sekretaris-Jenderal PBB António Guterres menegaskan keprihatinan mendalam atas kondisi kemanusiaan di Gaza dan menyerukan tindakan untuk melindungi warga sipil.