Indeks

Pilkada Tak Langsung Mengemuka: Kemendagri dan Menko Polhukam Punya Pandangan Berbeda

JAKARTA – Wacana pengembalian mekanisme Pilkada ke sistem tidak langsung kembali mencuat ke ruang publik. Usulan agar kepala daerah dipilih oleh DPRD, bukan langsung oleh rakyat, kini dikaji serius oleh pemerintah pusat. Dua institusi negara yang paling menonjol dalam wacana ini adalah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam). Namun, keduanya menyoroti isu ini dari sudut pandang berbeda.

Kemendagri: Pilkada Tidak Langsung Tetap Demokratis dan Efisien

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa pilkada tidak langsung sejatinya tetap sejalan dengan prinsip demokrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyebut kepala daerah dipilih secara demokratis, tanpa merinci metode pemilihannya.

“Kalau kepala daerah dipilih oleh DPRD yang merupakan perwakilan rakyat, itu juga demokratis. Apalagi jika sistemnya diatur secara transparan dan akuntabel,” ujar Tito dalam rapat dengan DPR beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pilkada langsung selama ini menyimpan berbagai kelemahan, mulai dari biaya yang sangat tinggi, praktik politik uang, hingga tingginya angka sengketa yang berujung pada pemungutan suara ulang (PSU) di banyak daerah.

“Kami tidak mengatakan pilkada langsung buruk, tapi kita harus terbuka untuk mengevaluasi. Biaya yang dikeluarkan terlalu besar bagi APBD, sementara hasilnya tidak selalu berkualitas,” tambah Tito.

Sikap Kemendagri mendapat dukungan dari Wakil Mendagri Bima Arya yang juga menyebut bahwa demokrasi tidak harus diartikan sebatas pemilihan langsung.

“Jangan menyederhanakan demokrasi hanya pada aspek biaya atau cara memilih. Yang penting adalah akuntabilitas dan keterwakilan rakyat terjaga,” kata Bima.

Menko Polhukam: Ubah Dulu UU Pemilu, Jangan Lompati Konstitusi

Berbeda dengan Kemendagri, Kemenko Polhukam yang kini dipimpin oleh Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, lebih menekankan pada aspek konstitusional dan kerangka hukum yang harus diperbaiki terlebih dahulu sebelum berbicara soal model pilkada.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025

Exit mobile version