TerkiniJambi.com -Delapan dekade telah berlalu sejak Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan di Nagasaki tiga hari kemudian, 9 Agustus 1945. Namun, ingatan tentang dentuman dahsyat, cahaya membutakan, dan gelombang panas yang membakar masih membekas kuat di benak para penyintas yang kini berusia lanjut — sebagian di antaranya bahkan telah melewati usia 100 tahun.
Memasuki peringatan ke-80 tahun tragedi kemanusiaan itu, para saksi hidup, atau hibakusha, kembali bersuara. Mereka menceritakan pengalaman pribadi yang tidak hanya sarat penderitaan, tetapi juga kekuatan untuk bertahan. Salah satunya adalah Kikuyo Nomura, seorang penyintas Hiroshima yang saat ini berusia lebih dari 90 tahun. Nomura mengisahkan bahwa pada pagi itu, ia tengah berada di rumah ketika cahaya menyilaukan di langit diikuti gelombang panas menyapu tubuhnya.
“Saya merasa seperti tubuh ini terbakar dari dalam,” ujarnya, mengenang.
Kisah Nomura bukanlah satu-satunya. Ribuan hibakusha lainnya menceritakan kesaksian serupa: tubuh penuh luka bakar, kota yang luluh lantak, dan suasana yang dipenuhi jeritan serta bau anyir kematian. Banyak di antara mereka kehilangan keluarga seketika. Data resmi Jepang mencatat, sedikitnya 140.000 orang tewas di Hiroshima hingga akhir 1945, sementara di Nagasaki korban mencapai 74.000 jiwa.
Pada peringatan kali ini, para hibakusha menegaskan bahwa waktu mereka kian terbatas untuk menyampaikan pesan perdamaian. Generasi muda di Jepang dan dunia diajak untuk memahami dampak nyata senjata nuklir, bukan sekadar lewat buku sejarah, tetapi dari suara mereka yang pernah mengalaminya secara langsung.
“Kami tidak ingin tragedi seperti ini terulang di manapun,” tegas Nomura.
Ia mengaku, setiap kali mendengar kabar tentang ancaman perang atau uji coba nuklir, kenangan traumatis itu kembali menghantui.
Bom atom di Hiroshima dijatuhkan oleh pesawat pengebom AS, Enola Gay, dengan kode “Little Boy”. Ledakan setara 15 kiloton TNT itu menghancurkan 70% bangunan kota. Tiga hari kemudian, bom “Fat Man” meledak di Nagasaki dengan kekuatan 21 kiloton TNT. Aksi ini menjadi penutup Perang Dunia II setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945.