Teror Sunyi Jelang Sidang MK: Mahasiswa Penggugat UU TNI Diteror, Kampus Disusupi, Keluarga Dibayangi

TerkiniJambi

JAKARTA — Sidang uji formil terhadap Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di Mahkamah Konstitusi belum dimulai lama, namun tekanan terhadap para penggugat sudah terasa nyata. Seorang mahasiswa hukum dari salah satu universitas terkemuka, yang memimpin permohonan tersebut, mengungkap adanya upaya intimidasi secara langsung maupun halus sejak gugatan itu diajukan.

Bentuk-bentuk tekanan itu bukan sekadar wacana: aparat berseragam mendadak hadir dalam kegiatan internal mahasiswa, data pemohon dilacak oleh pihak tertentu, bahkan anggota keluarga turut dicari-cari oleh aparat kewilayahan.

“Kami sedang menggunakan jalur hukum konstitusional, tapi yang datang justru tekanan psikis, pemantauan, dan penyusupan,” kata mahasiswa tersebut dalam keterangan yang dikonfirmasi.

Revisi UU TNI dan Alasan Uji Formil

Gugatan yang mereka ajukan bukan uji materi, melainkan uji formil, yakni pengujian apakah proses pembentukan UU TNI hasil revisi tahun 2024 itu sesuai dengan tata cara pembentukan perundang-undangan.

  • Minimnya partisipasi publik dalam pembahasan revisi,
  • Proses yang dinilai terburu-buru,
  • Penyisipan norma yang memperluas peran TNI dalam urusan sipil,
  • Ketiadaan ruang debat terbuka dan transparansi.

“Masalahnya bukan pada isi saja, tapi pada proses. UU itu lahir dari mekanisme yang cacat prosedural,” ujar seorang akademisi tata negara yang terlibat dalam permohonan.

Dari Kampus ke Rumah: Intimidasi Merayap

Kehadiran aparat dalam forum mahasiswa, permintaan data pribadi, dan kunjungan ke kantor keluarga pemohon jadi pola tekanan yang menyebar senyap namun sistematis.

Tidak hanya tekanan fisik, para pemohon juga menghadapi serangan digital. Label “anti-negara”, “antek asing”, dan “musuh pertahanan nasional” menjadi senjata untuk membungkam suara kritis dari ruang sipil.

Demokrasi dalam Bahaya: Ketika Sipil Dipaksa Takut

Reaksi masyarakat sipil cukup keras. Mereka menilai peristiwa ini sebagai peringatan serius bahwa supremasi sipil tengah tergerus oleh logika kekuasaan yang menolak dikritik.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025