JAKARTA, – Perseteruan antara Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan komunitas dokter di Indonesia kian memanas. Ketegangan ini dipicu oleh kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mengubah sistem pendidikan dokter spesialis, dengan menarik peran kolegium profesi ke bawah naungan birokrasi negara. Organisasi profesi menilai langkah ini mengancam independensi dan kualitas pendidikan kedokteran nasional.
Sejumlah guru besar Fakultas Kedokteran dari Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, hingga pengurus Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), secara terbuka mengecam kebijakan Kemenkes. Mereka menyebut keputusan menyerahkan pengelolaan pendidikan dokter spesialis ke Konsil Kesehatan Indonesia (KKesI) yang berada di bawah Kemenkes justru bertentangan dengan undang-undang.
“Ini bukan sekadar soal regulasi, tapi soal marwah profesi dan kualitas generasi dokter masa depan,” tegas salah satu guru besar FKUI.
Benturan Aturan: UU vs Perpres
Polemik ini tidak lepas dari tumpang tindih peraturan yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan pendidikan dokter:
- UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
Pasal 25 menegaskan bahwa kolegium bertugas menyusun standar kompetensi, kurikulum, dan evaluasi pendidikan dokter spesialis yang berbasis akademik dan profesi.
- UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
Menetapkan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) sebagai lembaga independen dalam registrasi dan sertifikasi dokter, dengan peran penting organisasi profesi.
- Perpres No. 67 Tahun 2023 tentang Konsil Kesehatan Indonesia (KKesI)
Membentuk lembaga baru yang mengkoordinasikan seluruh profesi kesehatan, namun dinilai menggeser peran kolegium dari organisasi profesi ke arah birokrasi eksekutif.
Para akademisi dan organisasi dokter menilai bahwa Perpres ini bertentangan dengan semangat UU yang lebih tinggi dan mengarah pada pengendalian negara terhadap profesi yang seharusnya mandiri.
Mutasi Ketua IDAI & Dugaan Tekanan Politik
Isu makin panas setelah Ketua Umum IDAI, Dr. Piprim Basarah Yanuarso, dimutasi dari jabatannya di RSCM tak lama setelah mengkritik Menkes secara terbuka. Mutasi itu dituding sebagai bentuk pembungkaman terhadap suara kritis dari kalangan akademisi.