TERKINIJAMBI.COM – Jauh sebelum Amerika Serikat menjadi kekuatan global seperti sekarang, negeri Paman Sam itu pernah terlibat dalam konfrontasi bersenjata yang mengejutkan di tanah Aceh. Peristiwa ini bermula dari serangan terhadap kapal dagang AS di kawasan Kuala Batu (sekarang bagian dari Aceh Selatan), yang memicu respons militer besar-besaran. Inilah babak kelam hubungan awal antara Nusantara dan Amerika.
Tragedi di Kuala Batu: Kapal Dagang Diserang, Amerika Murka
Awal 1831, kapal dagang Amerika bernama Friendship yang berlayar di bawah kapten Charles Endicott, tengah bersandar di pelabuhan Kuala Batu untuk berdagang merica dan komoditas lokal. Namun situasi berubah mencekam saat sekelompok bersenjata menyerang kapal tersebut. Serangan mendadak ini menewaskan 17 awak kapal dan melukai 4 lainnya.
Kabarnya, kelompok lokal menilai kapal tersebut melanggar wilayah atau membawa ancaman ekonomi. Namun tidak ada bukti bahwa pihak Aceh kala itu secara resmi menginstruksikan serangan. Meski begitu, Pemerintah Amerika menilai serangan tersebut sebagai “tindakan bajak laut” yang tidak bisa ditoleransi.
Andrew Jackson Meledak: Perintah Serangan Militer Pertama ke Asia
Presiden AS saat itu, Andrew Jackson—seorang pemimpin berkarakter keras—langsung memerintahkan aksi militer balasan. Ia mengirim kapal perang USS Potomac yang mengangkut 300 marinir dan meriam artileri berat menuju Selat Malaka. Operasi ini menjadi penanda keterlibatan militer pertama Amerika di kawasan Asia-Pasifik.
Setibanya di Kuala Batu, tanpa peringatan apapun, USS Potomac melepaskan tembakan meriam ke pemukiman dan pelabuhan. Marinir AS kemudian mendarat, membakar perahu dan gudang rempah. Perlawanan lokal tak sebanding—AS menggunakan taktik tempur modern, sementara penduduk setempat hanya bersenjatakan tombak dan senapan tua.
Korban Jiwa Membengkak, Dunia Diam
Dalam hitungan jam, wilayah Kuala Batu luluh lantak. Sedikitnya 450 warga Aceh tewas, termasuk perempuan dan anak-anak. Di pihak Amerika, hanya dua tentara dilaporkan gugur. Operasi ini dicatat dalam sejarah militer AS sebagai “misi sukses”. Namun bagi rakyat Aceh, ini adalah luka kolonialisme yang tak pernah sepenuhnya sembuh.