PARADOKS VS LEGITIMASI KEKUASAAN OTONOMI DAERAH

Oleh: Jamhuri-Direktur Eksekutive LSM Sembilan

TerkiniJambi

Sindiran Gubernur Jambi Al Haris dan teguran keras ataupun kemarahan Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto atas ketidakhadiran bupati-bupati dari Batanghari, Tebo, Merangin, dan Bungo pada Musrenbang RPJMD Provinsi Jambi yang disertai dengan tudingan tidak sama sekali mengirimkan Wakil yang dinilai sebagai suatu tindakan minim Komitmen.

Sindiran dan Kemarahan kedua insan Politik yang ditenggarai berbasis politik yang sama yaitu sama-sama berasal dari parpol yang sama yaitu Partai Amanat Nasional (PAN) adalah merupakan suatu sikap yang terlampau emosional atau sikap yang dipenuhi oleh hawa negative dari tendensi politik kepentingan.

Seakan-akan ajang yang dijadikan sebagai implementasi prinsip demokrasi tersebut dijadikan panggung Politik yang tidak lagi memperhatikan atau mengabaikan defenisi Politik, Budaya dan Etika Politik, bahkan terkesan tidak lagi menggunakan nalar sehat yang disertai dengan pengetahuan dan pemahaman terhadap pengertian Otonomi Daerah.

Defenisi politik menurut Gabriel A. Almond, yaitu kegiatan yang berhubungan dengan kendali pembuatan keputusan publik dalam masyarakat tertentu di wilayah tertentu, dimana kendali ini disokong melalui suatu instrumen yang sifatnya otoritatif (berwenang secara sah) dan koersif (bersifat memaksa). Politik mengacu pada penggunaan instrumen otoriatif dan koersif ini siapa yang berhak mengunakannya dan dengan tujuan apa.

Di sisi lain Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell mengungkapkan bahwa tentang budaya politik yang berisikan dengan sikap, keyakinan, nilai, serta keterampilan. Bertolak dari defenisi yang dikemukakan oleh kedua ilmuan tersebut melahirkan penafsiran bahwa pendapat Almond dan Powell menjelaskan budaya politik dalam dimensi psikologi. Dengan kata lain budaya politik merupakan dimensi psikologis dari sistem politik, yang bersumber pada perilaku lahiriah manusia yang berasal dari penalaran-penalaran sadar.

Sementara secara harfiah Nalar diartikan sebagai salah satu perangkat manusia yang digunakan dalam pencarian kebenaran. Dapat diartikan sebagai alat yang digunakan untuk membedakan antara benar dan salah, dengan menggunakan Etika dan Moralitas sebagai tolak ukur.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025