Kathmandu, Nepal — Ketika demonstrasi masa Gen Z mengguncang Nepal dan menuntut pemerintahan yang lebih bersih serta transparan, terpilihnya Sushila Karki sebagai Perdana Menteri sementara menarik perhatian publik tidak hanya karena rekam jejaknya sebagai Jaksa Agung dan Hakim Ketua yang independen, tetapi juga karena masa lalu suaminya, Durga Prasad Subedi.
Kronologinya bermula pada tanggal 10 Juni 1973, saat sebuah pesawat Royal Nepal Airlines DHC-6 Twin Otter yang terbang dari Biratnagar menuju Kathmandu dibajak oleh tiga orang, termasuk Subedi. Pesawat ini membawa 19 penumpang dan 3 awak. Di antara penumpang tersebut ada aktris Bollywood terkenal Mala Sinha.
Tindakan pembajakan ini dilakukan bukan untuk mencelakakan penumpang, melainkan untuk mengambil uang tunai dari Nepal Rastra Bank, sekitar Rs 30 lakh, sebagai bagian dari upaya mengumpulkan dana bagi perjuangan bersenjata melawan sistem monarki yang dipimpin oleh Raja Mahendra.
Pesawat kemudian dipaksa mendarat di Forbesganj, Bihar, India, dimana sejumlah konspirator telah menunggu di darat. Uang hasil rampasan dibawa secara darat menuju Darjeeling di Barat Bengal. Setelah beberapa waktu, sebagian besar pelaku, termasuk Subedi, ditangkap oleh pihak berwenang India. Mereka dijatuhi hukuman penjara selama dua tahun, kemudian dibebaskan pada 1975 setelah keputusan darurat di India dihapus.
Sementara itu, di pihak Sushila Karki, ia dikenal sebagai tokoh yang vokal dalam pemberantasan korupsi dan reformasi hukum. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Pengadilan Negeri, kemudian sebagai Chief Justice (Hakim Ketua) Nepal dari 2016 sampai 2017, menjadi wanita pertama yang memegang jabatan tersebut.
Pencalonannya sebagai Perdana Menteri sementara mendapatkan dukungan dari massa Gen Z yang menuntut perubahan dalam struktur pemerintahan setelah pengunduran diri PM K.P. Sharma Oli karena tekanan demonstrasi luas atas tuduhan korupsi dan otoritarianisme.
Pemerintah sementara yang dipimpin oleh Karki ditugaskan untuk memulihkan stabilitas, menyelidiki tuduhan korupsi dan kekerasan terhadap demonstran, serta mengawasi pemilu yang akan digelar pada 5 Maret 2026.