Malam G30S 1965: Benarkah Bung Karno Bergadang Bersama Dewi?

TerkiniJambi

Ilustrasi: arsip & editorial. Sumber gambar: koleksi redaksi.

TerkiniJambi.Com, -Pada malam 30 September 1965, enam perwira tinggi TNI AD diculik — peristiwa yang kemudian memicu salah satu babak paling kelam dalam sejarah Republik. Sejak itu, banyak versi bermunculan tentang lokasi dan aktivitas tokoh-tokoh kunci, termasuk Presiden Soekarno.

Versi populer yang beredar menyatakan bahwa Soekarno sempat menghadiri acara Musyawarah Nasional Teknik (Munastek) di Istora Senayan, lalu kembali ke Istana Merdeka menjelang tengah malam. Setelah itu, narasi menyebut Soekarno — bersama rombongan berpakaian tidak resmi — menuju rumah Ratna Sari Dewi (Wisma Yaso, kawasan Gatot Subroto) dan menghabiskan waktu malam di sana. Beberapa cerita menambahkan nuansa dramatis: disebutkan Soekarno ‘bergadang’ bersama Dewi pada malam ketegangan nasional tersebut.

“Perlu hati-hati membedakan antara fakta sejarah dengan mitos politik. Narasi ini menarik, tetapi belum didukung bukti arsip primer yang tegas.” — Sejarawan kontemporer (redaksi).

Beberapa sumber populer dan tulisan sejarah modern memang mencatat kehadiran Soekarno di Munastek dan kepulangannya ke Istana. Namun, klaim bahwa ia menghabiskan malam secara pribadi bersama Dewi cenderung berasal dari catatan tidak resmi, cerita lisan, dan penafsiran penulis populer. Hingga kini tidak ada dokumen primer publik—seperti memo pengawal istana, catatan kabinet, atau arsip resmi—yang secara eksplisit menyatakan Soekarno “bergadang” di rumah Dewi pada malam itu.

Baca Juga :  Mafia Siber Kelas Kakap Diburu INTERPOL, 3 Tahun Buron: Bareskrim Ungkap Modus dan Keterkaitan di Indonesi

Narasi yang menghubungkan kehidupan pribadi tokoh publik dengan peristiwa politik sering kali lebih mudah menarik perhatian publik. Dalam kasus Soekarno, kombinasi statusnya sebagai figur karismatik, kisah rumah tangga yang kompleks, dan sensitivitas politik era 1965 memicu berbagai cerita yang sulit dibedakan antara fakta dan mitos.

Baca Juga :  Hacker Pro-Iran Ancam Bocorkan 100 GB Email Orang Dekat Trump, Balas Dendam Siber Pasca Serangan Israel?

Pandangan sejarawan

Para sejarawan menyarankan agar klaim semacam ini diperlakukan sebagai “narasi yang berkembang”—berguna untuk memahami kultur politik dan ingatan kolektif, tetapi tidak bisa langsung dijadikan fakta sejarah tanpa verifikasi arsip primer. Analisis kritis terhadap sumber, konfirmasi dokumen, dan pendapat pakar selalu diperlukan untuk meningkatkan kredibilitas pemberitaan.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025