Wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPRD kembali mencuat. Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri serta beberapa pimpinan partai politik di DPR RI mengusulkan agar mekanisme pemilihan langsung oleh rakyat diubah menjadi tidak langsung. Alasannya? Efisiensi anggaran. Namun, apakah benar penghematan biaya layak mengorbankan suara rakyat?
Dalam sistem demokrasi, partisipasi rakyat adalah kunci. Jika kepala daerah dipilih oleh DPRD, artinya masyarakat tidak lagi terlibat langsung dalam menentukan pemimpinnya. Memang, DPRD adalah representasi rakyat, namun realita di lapangan menunjukkan banyak anggota DPRD justru lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompok daripada memperjuangkan hak rakyat.
Pilkada langsung meski mahal, menghadirkan ruang partisipasi publik secara luas. Rakyat tak hanya mencoblos, tetapi juga ikut mengawasi prosesnya. Ini menciptakan rasa memiliki terhadap jalannya pemerintahan daerah. Bandingkan dengan Pilkada tidak langsung—yang membuka celah kompromi politik dan barter kepentingan antara calon dan anggota DPRD.
Jika kepala daerah merasa hanya “berutang” pada DPRD yang memilihnya, maka kepentingan rakyat rawan terabaikan. Kepemimpinan pun bisa terjebak dalam lingkaran politik transaksional. Lalu, ke mana arah demokrasi jika pemimpin hanya menjadi perpanjangan tangan elite politik?
UUD 1945 Pasal 18 ayat (4) menyatakan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Prinsip one person, one vote, one value adalah wujud penghormatan terhadap martabat warga negara. Mahkamah Konstitusi lewat putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 bahkan menegaskan pemisahan antara Pemilu nasional dan Pemilu lokal, yang berarti pemilihan kepala daerah tetap dilakukan langsung oleh rakyat.
Maka, wacana kembali ke Pilkada tidak langsung justru kontraproduktif. Yang seharusnya dilakukan adalah memperbaiki sistem, bukan mengubahnya secara drastis. Perkuat hukum kepemiluan, benahi manajemen pemilu, dan tingkatkan kapasitas lembaga penyelenggara (KPU, Bawaslu, DKPP). Libatkan seluruh elemen masyarakat untuk memastikan demokrasi berjalan sehat dan berintegritas.