Indeks

Nusron Wahid: Tanah Tak Digarap Dua Tahun Bisa Diambil Negara, Ini Dasar Hukumnya

JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa negara berhak mengambil kembali tanah yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun berturut-turut. Hal ini ditegaskannya dalam acara Ikatan Surveyor Indonesia yang digelar di Jakarta, Selasa (6/8/2025).

“Negara ini tidak mengenal tanah milik pribadi yang mutlak. Semua tanah adalah milik negara, masyarakat hanya diberikan hak untuk mengelolanya. Jadi jangan merasa ini warisan mbahmu, lantas tidak dimanfaatkan bertahun-tahun,” tegas Nusron.

Pernyataan tersebut sontak memantik perhatian publik. Dalam konteks hukum, pernyataan Nusron sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, yang memperjelas mekanisme pengambilalihan tanah oleh negara apabila tanah tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya.

Pasal 7 dalam PP No. 20 Tahun 2021 menyebutkan bahwa tanah dengan Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan, dapat dikategorikan sebagai tanah terlantar bila tidak dimanfaatkan, dipergunakan, atau dipelihara dalam waktu dua tahun sejak diberikan haknya.

Proses pengambilalihan tanah oleh negara tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan melalui prosedur administratif berlapis:

  • Inventarisasi dan evaluasi selama maksimal 180 hari
  • Surat peringatan bertahap: SP1 (90 hari), SP2 (60 hari), dan SP3 (45 hari)
  • Penetapan resmi oleh Menteri ATR/BPN untuk menghapus hak atas tanah

Total waktu yang dibutuhkan untuk proses ini sekitar 578 hari, atau hampir dua tahun. Setelah itu, tanah akan menjadi milik negara dan dikelola oleh Bank Tanah untuk berbagai kepentingan strategis seperti ketahanan pangan, energi, dan pembangunan nasional.

Dalam kesempatan tersebut, Nusron Wahid juga mengungkap bahwa saat ini terdapat sekitar 100 ribu hektare tanah yang tengah dipantau karena diduga tidak dimanfaatkan. Pemerintah menilai keberadaan tanah-tanah ini tidak mendukung pembangunan dan justru menjadi potensi konflik agraria di masa depan.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025

Exit mobile version