MK Jawab Kritik Soal Putusan Pemilu: DPR Didesak Bergerak, Pemerintah Tunggu Komando Prabowo

TerkiniJambi

“Tim internal sudah kami bentuk. Tapi tentu kami tidak akan melangkah lebih jauh tanpa arahan langsung dari Presiden,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Nasional Kemendagri, Senin lalu.

Sikap “wait and see” dari pemerintah ini memicu kekhawatiran bahwa agenda reformasi kepemiluan bisa terhenti di tengah jalan. Terlebih, sejumlah elite partai besar yang kini berkuasa cenderung bersikap dingin terhadap putusan MK yang dinilai merombak fondasi dominasi partai-partai mapan.

Wacana Revisi UU MK Muncul

Menariknya, di tengah pusaran polemik ini, muncul isu baru yang tak kalah sensitif: revisi terhadap Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Komisi III DPR bahkan dikabarkan mulai membahas kemungkinan revisi menyusul “aktivisme yudisial” MK yang dianggap kebablasan oleh sejumlah politisi.

Wacana ini langsung memicu reaksi keras dari kalangan akademisi dan kelompok prodemokrasi. Mereka menilai revisi tersebut berpotensi melemahkan independensi MK dan menjadi bentuk pembalasan politik yang terselubung.

“Kalau revisi UU MK dilakukan dalam konteks penguatan akuntabilitas kelembagaan, itu bisa dipahami. Tapi kalau motifnya untuk membatasi ruang putusan progresif MK, maka ini berbahaya,” kata pengamat hukum tata negara dari UGM, Zainal Arifin Mochtar.

Menanti Langkah Nyata

Dengan waktu yang kian mendesak menuju tahapan awal Pemilu dan Pilkada 2029, publik kini menyoroti siapa yang benar-benar bersedia mengambil sikap. Apakah DPR akan bergerak cepat, atau justru terjebak dalam tarik-menarik kepentingan antarfraksi? Apakah pemerintah akan memimpin inisiatif, atau tetap nyaman di zona tunggu sambil melihat arah angin politik?

Mahkamah Konstitusi telah menyelesaikan bagiannya. Kini, giliran eksekutif dan legislatif yang ditagih komitmennya. Dalam demokrasi, putusan bukan sekadar teks hukum. Ia harus dihidupkan lewat keberanian politik.

(Redaksi/TerkiniJambi.com)

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025