Padangsidimpuan – Aroma busuk korupsi proyek infrastruktur di Sumatera Utara kian menyengat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali unjuk taring dengan menggerebek rumah milik Direktur PT Dalihan Natolu Group (DNG), M Akhirun Efendi alias Kirun, Jumat pagi (4/7/2025) di Jalan Mawar, Kota Padangsidimpuan.
Delapan penyidik diterjunkan langsung untuk membongkar jejak uang haram dan potensi gratifikasi yang diduga mengalir ke sejumlah pejabat Dinas PUPR dan Satker Balai Jalan Nasional wilayah Sumut. Dua koper besar dibawa masuk ke kediaman Kirun. Dugaan kuat, penggeledahan ini berkaitan erat dengan proyek senilai Rp231,8 miliar yang sarat pengaturan pemenang dan fee proyek.
Uang Miliaran dan Senjata Api Jadi Barang Bukti, Siapa Lagi Terseret?
Sebelumnya, rumah dan kantor Topan Obaja Putra Ginting – Kadis PUPR Sumut nonaktif – sudah lebih dulu digeledah. Dari lokasi itu, KPK menyita uang tunai Rp2,8 miliar dan dua senjata api: pistol semi otomatis dan senapan angin laras panjang. Topan kini telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama dua bawahannya.
Sementara Kirun dan Rayhan Dulasmi Pilang – petinggi PT RN – diduga sebagai penyuap untuk meloloskan proyek-proyek strategis yang diborong perusahaannya. KPK menduga aliran uang suap berasal dari fee proyek yang sudah disepakati, bahkan sebelum proses lelang dimulai. Praktik klasik ‘menang dulu, setor belakangan’ kembali terungkap.
Pernyataan Resmi KPK: “Uang Diduga Diberikan untuk Pengkondisian Proyek”
Pelaksana tugas juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, membenarkan bahwa penggeledahan dilakukan di rumah Akhirun untuk mendalami keterlibatan pihak swasta dalam pengaturan proyek.
“Benar, hari ini tim penyidik melanjutkan kegiatan penggeledahan di rumah salah satu tersangka dari pihak swasta di Sidimpuan. Ditemukan dan diamankan berbagai dokumen hingga alat elektronik yang diduga terkait pengkondisian proyek serta aliran uang suap,” ujar Tessa kepada wartawan, Jumat (4/7).
Ia menambahkan bahwa seluruh temuan akan dianalisis untuk mengungkap skema korupsi yang lebih luas. “Kami mendalami apakah uang tersebut juga digunakan untuk mempengaruhi pejabat lain, baik di level provinsi maupun pusat,” tambah Tessa.