Kematian Juliana Marins di Rinjani Disorot Dunia: Pemerintah RI Terbuka untuk Investigasi Bersama Brasil

TerkiniJambi

Lombok, – Tragedi kematian pendaki asal Brasil, Juliana Marins (27), di kawasan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat, berbuntut panjang hingga ke ranah diplomatik. Pemerintah Indonesia menyatakan keterbukaannya untuk melakukan joint investigation bersama Pemerintah Brasil guna mengungkap detail insiden yang memicu kritik luas dari media internasional dan publik Brasil.

Juliana terjatuh ke jurang sedalam sekitar 600 meter pada 21 Juni 2025, saat mendaki bersama rombongan di jalur Torean. Setelah tiga hari pencarian oleh tim SAR gabungan dan relawan lokal, jasadnya baru berhasil dievakuasi pada 24 Juni dalam kondisi meninggal dunia.

Pemerintah RI: Ini Kecelakaan, Tapi Kami Terbuka

Menanggapi tekanan publik luar negeri, Menko Polhukam Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tak menutup diri terhadap permintaan investigasi ulang oleh Brasil.

“Silakan saja jika Pemerintah Brasil ingin ikut menyelidiki. Pemerintah Indonesia terbuka. Tidak ada yang ditutup-tutupi. Ini adalah musibah di alam terbuka, bukan akibat kelalaian sistemik,” kata Yusril dalam keterangannya, Sabtu (5/7).

Ia menambahkan, Indonesia menghormati proses otopsi ulang yang dilakukan di Brasil pada 2 Juli 2025, namun berharap hubungan diplomatik antarnegara tidak terganggu oleh spekulasi sepihak.

Hasil Otopsi Indonesia: Meninggal Sekitar 20 Menit Setelah Jatuh

Kepala Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dr. Nyoman Suradnya, menjelaskan bahwa hasil otopsi menunjukkan korban mengalami trauma tumpul berat, fraktur tulang, dan pendarahan internal. Waktu kematian diperkirakan terjadi 15–30 menit pasca jatuh.

“Kami tidak menemukan tanda kekerasan lain. Luka-lukanya konsisten dengan korban jatuh dari ketinggian ekstrem. Hipotermia tidak menjadi penyebab utama,” ujar dr. Suradnya dalam rilis resminya.

Kritik Tajam dari Keluarga dan Media Brasil

Keluarga Juliana, melalui pengacara dan aktivis HAM Brasil, menilai proses penyelamatan terlalu lambat dan tidak terkoordinasi. Mereka menyebut tim SAR Indonesia tidak maksimal, dan bahkan menuding pihak penyelenggara tur abai terhadap keselamatan pendaki.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025