JAMBI,-Harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Provinsi Jambi kembali tertekan, meski hanya turun tipis. Namun, sinyal ini menjadi peringatan dini bahwa petani kecil sedang menghadapi sistem harga yang tidak memberi perlindungan maksimal.
Untuk periode 4–10 Juli 2025, Dinas Perkebunan Provinsi Jambi menetapkan harga TBS berdasarkan umur tanaman sebagai berikut:
Umur Tanaman (Tahun) | Harga TBS (Rp/kg) |
---|---|
3 | 2.386,95 |
4 | 2.607,42 |
5 | 2.854,17 |
6 | 2.946,47 |
7 | 3.013,88 |
8 | 3.084,69 |
9 | 3.143,18 |
10–20 | 3.188,11 |
21 | 3.144,61 |
22 | 3.096,89 |
23 | 3.048,56 |
24 | 2.997,79 |
25 | 2.947,84 |
Harga untuk kategori umur produktif 10–20 tahun turun sebesar Rp18,66/kg dari pekan sebelumnya. Penurunan ini dinilai berdampak langsung pada pendapatan harian petani sawit skala kecil.
Petani: Harga Ditekan, Pemerintah Diam
Penurunan harga di Jambi terjadi di saat Sumatera Utara dan Sumatera Barat mencatat kenaikan harga signifikan. Di Sumut, harga TBS naik Rp41,62/kg menjadi Rp3.269,54. Sementara di Sumbar, harga menyentuh Rp3.326,24/kg.
“Mengapa di provinsi lain bisa naik, tapi di Jambi justru ditekan? Jangan-jangan sistem penetapan harga tidak berpihak pada petani,” ujar Jhoni, petani sawit asal Muaro Jambi dengan nada kecewa.
Disparitas Harga Kian Melebar, Pengawasan Lemah?
Analis pasar komoditas menilai harga TBS Jambi terlalu sering berfluktuasi tanpa korelasi kuat dengan harga CPO internasional. Untuk periode ini, harga CPO ditetapkan sebesar Rp13.342,47/kg, kernel Rp9.384,39/kg, dan indeks K hanya 93,90%.
“Indeks K di bawah 94% seharusnya jadi perhatian. Ini tanda bahwa distribusi keuntungan dari pabrik ke petani belum maksimal. Jangan sampai ini jadi modus sistemik untuk menekan harga petani,” ujar Rudiansyah, pengamat ekonomi agraria.
Solusi? Revisi Skema Kemitraan dan Transparansi Harga
Aktivis koperasi dan petani sawit menuntut pemerintah daerah agar membuka forum transparansi harga dan meninjau ulang skema kemitraan dengan perusahaan besar.