CAMBRIDGE – Sebuah terobosan dalam dunia filologi mengguncang studi sastra Inggris kuno. Dua peneliti dari Universitas Cambridge, Dr. James Wade dan Dr. Seb Falk, mengungkap bahwa kesalahan penyalinan kecil dalam manuskrip abad ke-12 ternyata telah membelokkan tafsir legenda kuno selama ratusan tahun. Temuan ini membuka kembali bab yang nyaris terlupakan dalam sejarah sastra Inggris: The Song of Wade.
Legenda Terlupakan, Kini Dibaca Ulang
‘Song of Wade’ adalah puisi epik yang dulunya populer sejajar dengan kisah Lancelot dan Gawain. Namun, berbeda dengan legenda-legenda Arthurian yang tetap hidup melalui salinan naskah dan adaptasi, kisah Wade hampir sepenuhnya lenyap — hanya bertahan melalui kutipan samar dalam karya Geoffrey Chaucer dan sebuah khotbah Latin-Inggris berjudul “Humiliamini”.
Dalam khotbah ini, para peneliti menemukan bahwa satu kesalahan kecil dalam penyalinan — perubahan huruf antara “y” dan “w” — menyebabkan kata “wolves” terbaca sebagai “elves”. Kesalahan ini ternyata mengubah keseluruhan karakter legenda: dari kisah petualangan realistis melawan binatang buas, menjadi kisah fantasi penuh makhluk gaib.
Perahu Wade dan Referensi Misterius Chaucer
Wade bukan nama asing dalam sastra Inggris. Geoffrey Chaucer menyebut tokoh ini dalam dua karyanya, Troilus and Criseyde dan The Merchant’s Tale. Namun selama ini, referensinya tampak kabur, bahkan membingungkan para akademisi. Dengan pembacaan baru ini, Wade kini dilihat sebagai figur ksatria dalam tradisi romansa kepahlawanan, bukan sekadar tokoh dongeng rakyat.
“Interpretasi ini memberi makna baru pada rujukan Chaucer yang sebelumnya sulit dijelaskan. Wade bukan hanya legenda, tapi cerminan nilai moral dan budaya pada masa itu,” jelas Dr. Wade dalam rilisnya.
Khotbah sebagai Jendela Budaya Pop Abad Pertengahan
Manuskrip yang dibedah oleh para peneliti berasal dari koleksi MS 255 di Pembroke College, Cambridge. Ditulis oleh biarawan abad ke-12, kemungkinan Alexander Neckam, naskah ini adalah khotbah moral yang menggunakan kisah Wade sebagai contoh peringatan rohani. Menariknya, penggunaan legenda populer dalam teks religius ini disebut para pakar sebagai bentuk “meme” abad pertengahan — sarana penyebaran nilai melalui cerita yang dikenal luas oleh masyarakat awam.