CIREBON – Tragedi longsor maut di lokasi tambang Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, yang menewaskan sedikitnya 17 orang dan menyebabkan 8 lainnya masih hilang, memicu langkah cepat dari aparat kepolisian dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Pihak kepolisian menegaskan bahwa peristiwa ini bukanlah semata kecelakaan alam, tetapi akibat kelalaian berat dalam aktivitas pertambangan yang dilakukan tanpa memperhatikan keselamatan kerja.
Karim selaku pemilik izin tambang, dan Ade Rahman selaku manajer operasional. Keduanya dijerat dengan Pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) yang berbunyi:“Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa penggalian dilakukan dari bawah menggunakan ekskavator, tanpa memperhitungkan beban dan struktur tanah di atasnya. Ini jelas pelanggaran standar operasional dan berisiko tinggi memicu longsor,” ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Hendra Rochmawan, Minggu (1/6/2025).
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Selain itu, kepolisian juga menelusuri kemungkinan adanya pelanggaran terhadap Pasal 359 KUHP karena menyebabkan kematian orang lain akibat kelalaian, dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun.
Gubernur Dedi Mulyadi: Izin Tambang Dicabut Sejak Tiga Tahun Lalu
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyatakan bahwa izin operasional tambang Gunung Kuda telah dicabut sejak 2022 dan tidak diperpanjang. Aktivitas yang terjadi selama ini dinilainya sebagai bentuk pembangkangan terhadap kebijakan pemerintah daerah.
“Sejak awal kami menolak memperpanjang izin tambang yang tidak berorientasi pada keselamatan dan lingkungan. Saya perintahkan Dinas ESDM untuk mencabut izin koperasi dan dua yayasan yang terlibat, serta segera memanggil Perhutani untuk mengevaluasi penggunaan lahannya,” ujar Dedi.