JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menambah daftar tersangka dalam kasus mega korupsi pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun anggaran 2017–2018. Kali ini, KPK resmi menahan Suliyanti, istri mantan Bupati Muaro Jambi dua periode Burhanuddin Mahir, yang juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Jambi periode 2014–2019.
Penahanan dilakukan usai pemeriksaan intensif pada Kamis (12/6/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“Untuk kepentingan penyidikan, tersangka S (Suliyanti) dilakukan penahanan selama 20 hari pertama di Rutan KPK,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan.
Suliyanti diduga turut menerima uang suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi bersama puluhan anggota dewan lainnya. Ia menjadi tersangka ke-52 yang diproses dalam rangkaian perkara suap yang menyeret mantan Gubernur Jambi Zumi Zola dan sejumlah anggota DPRD.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 28 November 2017 yang dilakukan di Jambi dan Jakarta. Dalam OTT tersebut, terungkap adanya praktik suap dari pihak eksekutif kepada legislatif demi meloloskan RAPBD. Total uang suap yang mengalir mencapai Rp2,3 miliar, dengan nominal bervariasi antara Rp100 juta hingga Rp600 juta per anggota DPRD, tergantung jabatan.
Praktik ini dikenal luas dengan sebutan “uang ketok palu”, yang kemudian menjadi simbol bobroknya tata kelola anggaran daerah di Jambi kala itu.
KPK menyatakan proses hukum terhadap Suliyanti merupakan bagian dari komitmen lembaga antirasuah untuk menyelesaikan perkara hingga tuntas.
“Kami tegaskan bahwa KPK konsisten menindak seluruh pihak yang terlibat, tanpa pandang jabatan atau hubungan keluarga,” imbuh Budi Prasetyo.
Saat ini, penyidik akan melengkapi berkas perkara Suliyanti dan dalam waktu dekat akan melimpahkannya ke tahap penuntutan.
Penahanan istri mantan bupati ini menjadi sinyal tegas bahwa kasus yang sudah berjalan hampir satu dekade itu belum selesai. Keterlibatan anggota keluarga elite politik membuka tabir lebih dalam soal pola patronase kekuasaan yang menyuburkan korupsi berjemaah.