Melindungi Hak Asasi
Selanjutnya terhadap frasa “tanpa hak” dalam norma Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024 Mahkamah memberikan penjelasan lebih tegas. Pada hakikatnya norma tersebut mengatur perbuatan yang bersifat melawan hukum demi memberikan perlindungan hukum terhadap setiap orang, berupa kehormatan atau martabat seseorang, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28G ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Artinya, unsur “tanpa hak” dalam norma tersebut untuk melindungi hak asasi manusia utamanya untuk melindungi profesi tertentu seperti pers, peneliti, dan aparat penegak hukum dalam menjalankan aktivitas profesinya.
Selain itu, sambung Hakim Konstitusi Enny, dimuatnya unsur “tanpa hak” sejalan dengan praktik instrumen regional dan internasional dalam mengkriminalisasi hate speech atau xenophobic content. Sehingga frasa “tanpa hak” tersebut harus dibaca sebagai perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan bukan tentang siapa (pihak) yang berhak dan tidak berhak untuk melakukan tindakan hasutan kebencian sebagaimana didalilkan Pemohon.
Dengan demikian, frasa “tanpa hak” masih dibutuhkan dalam rumusan norma tersebut untuk melindungi orang-orang yang memiliki kepentingan hukum yang sah untuk mendistribusikan atau mentransmisikan konten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) UU 1/2024. Sebab, unsur “tanpa hak” bukan merupakan instrumen yang membatasi kebebasan berekspresi dengan pemenuhan terhadap hak atas rasa aman bagi orang lain sebagaimana dijamin dalam Pasal 28G UUD NRI Tahun 1945. Oleh karena itu, apabila unsur “tanpa hak” dihilangkan atau dihapus hal ini dapat mengkriminalisasi profesi-profesi tertentu yang dilindungi oleh undang-undang.
Batasan Isi Informasi Elektronik
Berikutnya Hakim Konstitusi Enny menyebutkan dengan tidak adanya batasan mengenai bentuk atau isi dari “informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik” dalam ketentuan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU 1/2024, norma tersebut berpotensi digunakan untuk menjerat kebebasan berekspresi yang tidak tendensius (netral). Bahkan ekspresi yang tidak ditujukan untuk menimbulkan kebencian, apabila akibat kebencian atau permusuhan timbul secara tidak langsung, melalui respons pihak ketiga. Maka dalam hal ini, penegakan hukumnya harus dibatasi hanya terhadap informasi elektronik yang secara substansi memuat ajakan, anjuran, atau penyebaran kebencian berdasarkan identitas yang dilakukan secara sengaja di depan umum serta secara nyata mengarah kepada bentuk diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan terhadap kelompok yang dilindungi.