Jakarta, — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan pemerasan terhadap agen pengurusan izin Tenaga Kerja Asing (TKA) oleh oknum pejabat di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Praktik yang berlangsung sejak 2019 ini diduga menghasilkan uang haram sebesar Rp53 miliar.
Dugaan pemerasan dilakukan melalui pengurusan dokumen izin kerja, terutama dalam proses pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Oknum pejabat di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta & PKK) diduga menjadi aktor utama dalam praktik ini.
“Ini merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang sangat serius karena dilakukan secara sistematis dan melibatkan aktor internal di kementerian,” ujar Plt. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Pada Senin, 26 Mei 2025, KPK memeriksa empat orang saksi dari internal Kemnaker untuk mendalami aliran dana serta potensi keterlibatan pejabat lainnya. Mereka adalah Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad. Keempatnya memiliki latar belakang jabatan strategis terkait pengawasan dan pengesahan TKA dalam periode 2019 hingga 2025.
KPK menyita 13 kendaraan yang diduga dibeli dari hasil tindak pidana korupsi dan menggeledah tujuh lokasi berbeda sebagai bagian dari penyidikan. Delapan orang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Meski demikian, KPK belum mengumumkan nama-nama mereka ke publik.
KPK mengimbau seluruh aparatur negara, khususnya di lingkungan Kemnaker, untuk menjaga integritas, menolak segala bentuk pungutan liar, serta kooperatif dalam proses hukum.
“Siapa pun yang mengetahui atau mengalami pemerasan, kami ajak untuk melapor melalui kanal resmi KPK. Identitas pelapor akan kami lindungi sepenuhnya,” tegas Budi.
KPK menegaskan, praktik korupsi yang menyasar sektor pelayanan publik seperti perizinan TKA sangat merugikan negara dan mencederai kepercayaan publik terhadap birokrasi.