Berita  

AUPB VS DEMOKRASI ABSURD

Oleh: Jamhuri-Direktur Eksekutive LSM Sembilan

TerkiniJambi

Termasuk dengan melakukan sesuatu tindakan penghalalan terhadap paham Hipokrit (Kemunafikan).

Pada perkembangannya, demokrasi telah dimaknai variatif karena sangat bersifat interpretative subyektif. Setiap penguasa berhak untuk mengklaim pemerintahannya menganut paham negara demokratis, walaupun nilai yang dianutnya atau pada praktik politik kekuasaannya amat sangat jauh dari prinsip dasar demokrasi bahkan lebih cenderung terjebak dalam system Oligarki, ataupun Plutokrasi yang penuh berisikan ruh-ruh autoritarian personality (keperibadian otoriter).

Suatu keperibadian yang dicirikan oleh suatu sikap kecenderungan untuk melayani tokoh pihak yang berkuasa dengan suatu ketaaan dan rasa hormat yang tidak dipersoalkan.

Dimana secara konsepsional, istilah tersebut berasal dari karya tulis Erich Fromm, yang biasanya digunakan sebagai sebutan bagi orang yang memamerkan kondisi kepribadian yang sadis dan menindas terhadap orang bawahan mereka.

Benar-benar suatu keadaan yang menunjukan demokrasi telah berada pada titik nadir atau suatu tata letak yang tidak lagi masuk akal atau merupakan suatu hal yang mustahil (Absurd).

Apalagi jika hal tersebut ditambahkan dengan definisi politik yang sangat pragmatis yakni upaya untuk meraih kekuasaan semata.

Bahkan dengan sengaja menjadikan sebuah pemikiran yang memandang demokrasi wajib diisi dengan sesuatu konsep yang bersifat Absurditas.

Akan tetapi dengan sengaja telah melupakan kenyataan bahwa sesungguhnya demokrasi yang mengandung absurditas berpotensi besar akan menimbulkan sesuatu malapetaka bagi peradaban.

Dengan demikian politik demokrasi semacam itu adalah sebuah katarsitas atas birahi nafsu kekuasaan tanpa berpijak kepada nilai-nilai moral dan etika agama. Manusia memang secara genetik memiliki nafsu untuk berkuasa, serta lebih cenderung mengabaikan bahwa diatas hukum dan kekuasaan ada etika, moral dan akhlak serta adab sebagai panglima besar dari segala panglima kekuasaan.

Setelah demokrasi diterjemahkan secara ambigu atau dengan pandangan multy tafsir bahkan suatu pandangan yang dimaknai sebagai antropomorpisme, yang dalam pengertian sederhana yaitu menjadikan manusia sebagai Tuhan yang berhak menciptakan hukum dan aturan.

Nomor TDPSE : 023714.1/DJAI.PSE/05/2025