TerkiniJambi.com JAKARTA -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri jumlah pejabat negara yang asal-asalan menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Jumlah tersebut bakal diumumkan ke publik.
“Kami sedang masih menginput datanya dari teman-teman LHKPN,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Rabu (11/12/2024).
Dia mengungkapkan pihaknya bakal meningkatkan pengawasan penyampaian LHKPN, dari sekadar sebatas menghitung kepatuhan menjadi sekaligus memantau validitas pengisian.
“Saat ini kita meningkatkan bukan hanya pemenuhan laporan, tapi sejauh mana validitasnya,” ujarnya.
Ghufron melanjutkan, jumlah pejabat yang asal mengisi LHKPN akan disampaikan ke publik sebelum periode pimpinan saat ini berakhir.
“Apakah hasilnya bagaimana nanti di akhir tahun ini sebelum kami beralih kepemimpinan nanti akan kami sampaikan,” tutur dia.
Sebelumnya, Ketua KPK sementara Nawawi Pomolango prihatin banyak pejabat negara yang tidak jujur saat mengisi data LHKPN. Padahal, kata dia, LHKPN merupakan instrumen penting untuk pencegahan korupsi.
“Hanya saja ada yang kita minta perhatian kepada pemerintah dari pemerintah, bahwa ternyata pengisian LHKPN itu lebih banyak abal-abal nya daripada benarnya. Fakta pengisian itu enggak benar,” kata Nawawi dalam acara Seminar Nasional Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2024 di Gedung Mahkamah Agung (MA), Jakarta, Senin (9/12/2024)
“Ada ratusan, bahkan lebih daripada itu yang kita temukan, bahwa ada ketidakjujuran dalam pengisian LHKPN,” imbuhnya.
Dia menjelaskan, pemerintah sebetulnya mengedepankan sisi pencegahan ketimbang penindakan dalam pemberantasan korupsi.
“UU 30/2002 itu tugas pencegahan itu ditaruh di urutan kelima. Jadi setelah koordinasi, monitoring, supervisi, penindakan, baru kemudian pencegahan. Tapi kalau di UU 19/2019 itu tugas pencegahan ditaruh di urutan yang pertama,” kata dia.
Dia mencontohkan fakta pengisian LHKPN yang tak sesuai dengan realita, seperti mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo. Maka, kata dia, tak jarang penelusuran dugaan korupsi dilakukan KPK melalui LHKPN.
“Ada kasus Rafael Alun, kasus Eko Darmanto, satu lagi saya tidak terlalu ingat, itu LHKPN sudah kita bisa lihat di situ, begitu berbedanya apa yang dicantumkan di LHKPN dan apa yang kita temukan, itu jungkir balik faktanya,” tutur Nawawi.
Editor : Rizky Agustian
Sumber : iNews.id