Kepala Dinas LH Tangerang Ditangkap karena Abaikan Penanganan TPA Rawa Kucing

TerkiniJambi.com Jakarta – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang periode 2021–Juni 2024, TS ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Gakkum LH. pada Jumat (6/12/2024). TS diduga melakukan tindak pidana “Tidak Melaksanakan Kewajiban Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah” terkait Pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Rawa Kucing, Kota Tangerang.

Hal itu tertuang dalam Surat Keputusan Menteri LHK Nomor SK.1537/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/2/2022 pada 24 Februari 2022. TS disangkakan melanggar Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dengan ancaman hukuman penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Dirjen Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani menyatakan, selain telah memenuhi unsur pidana dalam Pasal 114 UU 32 tahun 2009, ia memerintahkan kepada penyidik Gakkum LHK untuk mendalami dugaan pelanggaran lainnya yaitu pencemaran dan/atau perusakan lingkungan, termasuk pihak lainnya yang terkait. Apabila dalam pendalaman ditemukan pelanggaran terkait dengan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan sesuai dengan Pasal 98 ayat (1) UUPLH tersangka diancam hukuman penjara 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar rupiah.

Rasio Ridho menambahkan bahwa hukuman terhadap pelaku pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup sangat berat. Penindakan ini harus jadi pembelajaran bagi para penanggung jawab pengelolaan TPA lainnya. Saat ini masih banyak TPA dikelola tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada.

“Saya mengingatkan kepada penanggung jawab pengelolaan TPA untuk segera memperbaiki dan meningkatkan kinerja pengelolaan TPA yang menjadi tanggung jawabnya, baik terkait dengan pengelolaan air lindi, pembakaran sampah secara terbuka, termasuk mencegah terjadi kebakaran sebagaimana yang terjadi di beberapa TPA pada 2023, termasuk kebakaran di TPA Rawa Kucing. Sekali lagi akan kami tindak tegas,” jelas Rasio Ridho Sani dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Jumat.

Sementara itu Direktur Penegakan Pidana Yazid Nurhuda mengatakan bahwa penanganan terhadap TPA Rawa Kucing, yang berlokasi di Jalan Iskandar Muda, Kelurahan Kedaung Wetan, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, Provinsi Banten, dilakukan menindaklanjuti pengaduan masyarakat.

Hasil verfikasi lapangan menemukan berbagai pelanggaran diantaranya, adanya air lindi sampah yang langsung terbuang ke media lingkungan, saluran drainase telah tertutup sampah dan bercampur dengan limpasan air lindi, terdapat dumping sampah di lokasi baru secara terbuka.

Itu karena area landfill yang tersedia sudah melebihi kapasitas, tidak punya persetujuan teknis pemenuhan baku mutu air limbah, tidak melaksanakan kewajiban pengendalian pencemaran air, dan sejumlah pelanggaran lainnya.

Sebagai tindaklanjut pelanggaran dalam pengelolaan sampah tersebut diterbitkan Sanksi Administratif Paksaan Pemerintah Nomor : SK.1537/Menlhk-PHLHK/PPSA/GKM.0/2/2022 pada 24 Februari 2022 yang ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang sebagai penanggung jawab pengelolaan TPA Sampah Rawa Kucing.

Pengawas KLHK telah beberapa kali melakukan pengawasan terhadap kepatuhan atas sanksi tersebut. Dalam pengawasan pertama tanggal 16 Juni 2022, hasilnya menunjukkan bahwa kewajiban dalam sanksi administratif tidak sepenuhnya dipenuhi. Untuk hasil pengawasan pertama, Menteri LHK mengeluarkan Surat Peringatan Nomor: S.2153/PPSALHK/PSA/GKM.0/11/2023 pada 17 November 2023. Kemudian dilakukan kembali pengawasan pada 7 Juni 2024, yang hasilnya tidak menunjukkan komitmen penanggung jawab pengelola TPA.

Atas ketidaktaatan pemenuhan kewajiban sanksi administrasi tersebut, Penyidik Gakkum LH kemudian melakukan langkah penegakan hukum pidana melalui tahapan pengumpulan bahan dan keterangan, bukti, pemeriksaan saksi, pengambilan sampel dan analisis laboratorium, serta permintaan keterangan ahli. Hasil analisis terhadap sampel air lindi yang telah diambil, menunjukkan tingginya parameter pencemaran, seperti (Total Dissolved Solids) ,BOD (Biological Oxygen Demand) ,COD (Chemical Oxygen Demand) , dan Total Nitrogen, yang melebihi baku mutu.

“Fakta ini memperkuat dugaan bahwa pengelolaan TPA Rawa Kucing tidak sesuai dengan kaidah tata kelola lingkungan hidup. Setelah terpenuhi 2 alat bukti yang cukup, penyidik Gakkum LH menaikkan ke tingkat penyidikan,” kata Yazid Nurhuda.

Dengan luas area mencapai 34,88 hektare, TPA Rawa Kucing merupakan tempat pengolahan akhir sampah utama di Kota Tangerang dan dikelola oleh Pemerintah Kota Tangerang melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH). Sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bawah DLH Kota Tangerang, UPT TPA Rawa Kucing bertanggung jawab atas pengelolaan sampah di lokasi tersebut.

Selain kasus TPA Rawa Kucing, saat ini Gakkum LH sedang melakukan kegiatan penegakan hukum terhadap beberapa TPA lainnya, seperti penyegelan tiga TPA dan pengenaan sanksi administratif paksaan pemerintah di dua TPA. Penyegelan dilakukan pada TPA Sarbagita Suwung di Bali, TPA Burangkeng di Kabupaten Bekasi, dan TPA Sarimukti di Provinsi Jawa Barat. Untuk pengenaan paksaan pemerintah diberikan terhadap TPA Cahaya Kencana dan TPA Basirih, yang keduanya berlokasi di Kalimantan Selatan.

Penindakan terhadap TPA ilegal juga telah dilakukan dalam beberapa kasus. Untuk kasus yang telah berkekuatan hukum tetap (incraht), yaitu TPA ilegal di Desa Buwek Raya, Bekasi, terpidana Anton (60 tahun) dijatuhi hukuman pidana 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp3 miliar. Sedangkan dalam kasus TPA ilegal di Kota Tangerang, terdakwa Muhammad Subur (61 tahun) dan Ahmad Gojali (56 tahun) masing-masing divonis 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar.

Pada kasus TPA Limo di Depok, yang diduga mencemari lingkungan hidup melalui pembakaran sampah secara terbuka (open burning) dan longsor, penyidik Gakkum LHK telah menahan tersangka J (58 tahun). Penahanan dilakukan di Rutan Kelas I Jakarta Pusat sebagai tindak lanjut dari penyegelan dan penghentian aktivitas di TPA ilegal tersebut.

Selain itu, pengumpulan bahan keterangan sedang dilakukan untuk kasus TPA ilegal di Yogyakarta. Sedangkan, pemasangan papan larangan kegiatan juga telah dilakukan di tiga lokasi TPA ilegal lainnya, yaitu di Babelan (Bekasi), Klapanunggal (Bogor), dan Riau.

Pengelolaan sampah menjadi salah satu isu mendesak dan penting saat ini. Sebanyak 54,44 persen TPA yang beroperasi masih memakai sistem pembuangan terbuka (open dumping), sementara capaian kinerja pengelolaan sampah belum maksimal, yaitu hanya mencapai 63,60 persen. Kondisi tersebut mendorong Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurrofiq, menerbitkan 306 surat terkait pembenahan TPA.

Surat ini ditujukan kepada lima gubernur, yaitu Gubernur Bali, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Aceh. Selain itu, surat tersebut juga disampaikan kepada 266 bupati dan 35 wali kota di provinsi-provinsi tersebut.

Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa pembenahan TPA harus sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS). Penanganan TPA sampah harus memperhatikan ketentuan Pasal 29 ayat (1) yang melarang penanganan sampah dengan sistem pembuangan terbuka di TPA. Bukan itu saja, pemerintah daerah diwajibkan untuk menyusun rencana penutupan TPA dengan sistem pembuangan terbuka dan melaksanakan penutupan tersebut sesuai ketentuan dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2).

Rasio Sani kembali menekankan pentingnya memaknai efek jera sebagai pengingat bahwa perbaikan manajemen lingkungan, khususnya dalam pengelolaan sampah, sangatlah penting. Dukungan pemerintah daerah dan partisipasi semua lapisan masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan.

Sumber : Liputan6

Array
Related posts
Tutup
Tutup